Selasa, 04 Agustus 2009

HIKAYAT SANG KAKEK III





Sudah menjadi tradisi dan hukum alam kalau ternyata seorang kakek justru lebih dekat dengan cucu-cucunya ketimbang anak-anaknya sendiri.Ya, mungkin karena cuculah yang sering menjadi teman buat si kakek, pada saat anak-anaknya justru lebih banyak disibukkan dengan hal-hal duniawi.


“Dit, kamu, ya, kalau bawa motor itu jangan ngebut-ngebutan, kata Tatu, kamu sering kencang-kencang kalau lagi bawa motor!” Nasehat sang kakek saat sedang bersama cucu kesayangannya, Adit, di teras rumah.

“ Lho, memangnya kenapa, Kek? Kan, Adit, mau jadi pembalap kayak VALENTINO ROSSI!!!”

“ Berarti kamu mau ikut jejak kakek dulu, dong. Kakek dulunya, sih, juga suka balapan motor, ngebut-ngebutan, bahkan lebih hebat dari Valentino Rossi, soalnya kalau lagi bawa motor, kakek bisa angkat tangan dan kaki!!!”

“ Wah, kakek, hebat dong!! Kakek PEMBALAP juga, ya???”

“ bukan!!! Kakek cuma nebeng dibelakang alias dibonceng!!!”

Senin, 03 Agustus 2009

HIKAYAT SANG KAKEK II




"kamu berkelahi, Dit?" sidik sang kakek saat mendapati cucu kesayangannya pulang sekolah dengan penuh memar di bagian wajah.
"Iya, kek!" Jawab si Adit singkat.
"Emangnya ada masalah apa? kamu berkelahi dengan siapa? trus..kamu kalah?" desak kakek penuh sidik.
"ya, biasalah, kek. Ya..terang saja aku kalah soalnya diakan main keroyokan."
"kamu dikeroyok berapa orang, Dit?"
"pokoknya tidak seimbang, kek"
"Iya, berapa?"
"Dua Orang, Kek"
"DUA ORANG? Cuma dua orang sudah babak belur begini? Ya, itu, sih belum ada apa-apanya, cu, dibanding jaman kakek dulu". Terang sang kakek sambil tersenyum kepada si cucu.

Seperti biasa sang kakek pun mulai mengisahkan kisah pengalaman heroiknya, dimana ia tak pernah gentar sedikitpun menghadapi para preman atau penjahat yang hendak mengerjainya. Bekal ilmu silat hasil gemblengan sang ayah sejak dibangku SD, membuatnya tumbuh menjadi pribadi yang kuat dan bermental baja. Itulah mengapa Kakek tak pernah takut pada siapa pun. Sambil sesekali memegangi wajahnya yang memar, si cucu mencoba mendengarkan ulasan sang kakek dengan penuh hikmat, siapa tahu dia bisa belajar suatu pengalaman yang berharga. Dulu, kakekmu ini pernah juga berkelahi, bahkan kakek pernah berkelahi dengan tiga orang sekaligus, tapi kakek tidak takut. Pernah juga kakek berkelahi dengan para preman yang jumlahnya jauh lebih banyak.

" Berapa orang, kek?" potong si cucu.
"LIMA ORANG"
" Apa kakek menang?"
" Ya, jelaslah, kakek yang menang. Itu, sih, belum apa-apa, cu". Terang si kakek yang dengan bangga memberi penjelasan.

"wah, kakek, memang hebat!" puji si cucu.


Ada yang lebih hebat lagi, cu. Suatu malam, sepulang dari nonton pesta rakyat di halaman dekat balai desa, waktu itu kakek pulangnya agak telat. Dalam perjalanan menuju rumah, tiba-tiba di tengah jalan, kakek dihadang TUJUH ORANG, sama anak-anak kampung seberang yang memang telah lama menyimpan dendam dengan kampung kakek. Tapi kakek sudah terlatih untuk menghadapi situasi genting semacam itu. Kakek pun akhirnya harus terlibat perkelahian. Satu per satu kakek hadapi, karena kakek ingin menyelesaikan secepatnya, kakek lalu mengeluarkan jurus andalan, dan akhirnya ENAM ORANG berhasil kakek jatuhkan. si cucu kembali berdecak kagum, dan merasa bangga ternyata kakeknya seorang jagoan. Tapi . . .

" Lho, kek, kok yang jatuh cuma enam orang, sih, bukannya ada tujuh orang?" tanya si cucu penasaran.
" Itu dia masalahnya, cu!"
" maksud kakek?"
" Yang satu itulah yang membawa kakek ke RUMAH SAKIT!!!"

HIKAYAT SANG KAKEK




Jarum jam sudah menunjukkan pukul tujuh, sang kakek pun bertanya pada cucu kesayangannya itu..
"lho, cu, kenapa belum bersiap-siap?" tanya sang kakek heran.
"anu, kek, malas!!" jawab si cucu singkat.
"malas kenapa, cu?"
"kemungkinan aku juga sudah terlambat kalo tetap berangkat. Lagi pula Doni, teman Adit tidak datang menjemput, diakan lagi sakit kena flu babi..he..he" terang si cucu.
"lho, kamu kan bisa jalan kaki!!" saran sang kakek.
"jalan kaki???"


Aduh, aduh, mau jadi apa bangsa ini kalau generasi mudanya bermental malas. Anak jaman sekarang sudah dibiasakan dan dididik untuk bermalas-malasan dan cepat mengeluh. Sang kakek mencoba memberi tanggapan. jaman sekarang enak, berangkat les, belajar kelompok, ke sekolah semuanya serba kendaraan. Banyak anak-anak sekolah yang sudah bawa motor, bahkan tak jarang ada yang membawa mobil. Kalau disuruh jalan kayaknya semua pada gengsi, padahal jalan kaki itu kan sehat...tidak sama kayak kakek dulu...

"memangnya jaman kakek dulu gimana?" potong si cucu.

Sang kakek pun mulai mengambil ancang-ancang untuk menceritakan peristiwa bersejarah tentang perjuangan dirinya mencari ilmu pengetahuan. Diam-diam sang kakek ingin memberi suatu pelajaran berharga serta hikmah kepada cucunya yang malas itu lewat pengalaman hidupnya.

Dulu, kalau menuntut ilmu itu sangat berat, penuh plus-minusnya alias suka dukanya. Kalau mau dihitung-hitung, justru lebih banyak dukanya ketimbang sukanya. Karena jarak tempat tinggal dan sekolah itu sangat-sangat jauh..bayangkan saja, cu, waktu masih di SD, antara sekolah dan rumah kakek itu berjarak 10 kilo meter, dan itu musti ditempuh dengan jalan kaki..

"JALAN KAKI???" potong si cucu dengan nada terperangah.

Nuntut ilmu itu memang berat, cu. Setelah lulus SD, karena semangat yang kuat dan didorong oleh keinginan yang luhur...( kok kayak undang-undang 45), kakek tetap meneruskan sekolah meski kakek harus berjalan kaki yang jaraknya 15 kilo meter setiap harinya, di SMP negeri 1..Si cucu kembali berdecak kagum mendengar hikayat kakeknya yang sangat luar biasa. Tidak sama kayak anak-anak jaman sekarang, yang jaraknya cuma 200 meter saja sudah pakai kendaraan.
Tapi, yang paling seru lagi, lanjut sang kakek, waktu lulus SMP, cobaan jaraknya makin berat, kakek harus menempuh jarak 20 kilo meter tiap harinya dengan berjalan kaki sebab kakek diterima di SMA unggulan waktu itu, semua itu kakek lakukan demi menuntut ilmu..

"Tapi bisa dilihat sekarang kan hasilnya???"
" Kakek sukses?"
"Tidak!!!"
"kakek berhasil?"
"Tidak!!!"
" Lalu apa, kek?"
"KAKEK LUMPUH!!!"